Jadi Tradisi Turun Temurun, Desa Adat Bedha Tabanan Gelar Ritual Ngaben Bikul

- 6 Mei 2021, 11:38 WIB
Ritual Ngaben bikul (tikus) yang digelar warga, petani dan pekaseh subak di Pura Desa Lan Puseh Desa Adat Bedha, Tabanan.
Ritual Ngaben bikul (tikus) yang digelar warga, petani dan pekaseh subak di Pura Desa Lan Puseh Desa Adat Bedha, Tabanan. /Genta Sugiwa/tim tabananbali.com


Ritual Ngaben bikul (tikus) yang digelar warga, petani dan pekaseh subak di Pura Desa Lan Puseh Desa Adat Bedha, Tabanan
Ritual Ngaben bikul (tikus) yang digelar warga, petani dan pekaseh subak di Pura Desa Lan Puseh Desa Adat Bedha, Tabanan tim tabananbali.com
Ritual Ngaben bikul (tikus) yang digelar warga, petani dan pekaseh subak di Pura Desa Lan Puseh Desa Adat Bedha, Tabanan
Ritual Ngaben bikul (tikus) yang digelar warga, petani dan pekaseh subak di Pura Desa Lan Puseh Desa Adat Bedha, Tabanan tim tabananbali.com
TABANANBALI.COM –
Ritual ngaben bikul ini sudah menjadi tradisi turun temurun warga dan dilakukan puluhan tahun lama. Warga menyakini ngaben ini sebenarnya sebagai bentuk upacara pembersihan atau mengembalikan atman bikul (tikus) supaya kembali ke asalnya. Yakni ke mantuk ke Sangkan Paraning Dumadi yaitu Brahman (Ida Sang Hyang Widhi Wasa) dengan harapan agar tidak merusak tanaman padi milik petani sewilayah Subak Desa Adat Bedha, Tabanan.

Sementara itu di Pura Desa Lan Puseh Luhur Bedha pantuan koran ini di lokasi ngaben bikul tampak sejumlah warga berdatangan. Mereka yang datang ke pura perwakilan dari petani, pekaseh subak (tempek), pemuka adat, tokoh masyarakat dan dihadiri langsung oleh Jero Bendesa Adat Bedha, Tabanan. Segala banten upakara pun dipersiapkan warga untuk kelancaran proses ngaben bikul. 

Jero Bendesa Adat I Nyoman Surata, upacara Mreteka Merana atau yang lumrah disebut ngaben tikus (bikul) merupakan dresta di subak Desa Adat Bedha yang dilaksanakan secara turun temurun. Ngaben bikul barang kali di Bali hanya ada di Desa Adat Bedha sebagai warisan budaya leluhur yang adi luhung sehingga patut dilestarikan sebagai icon Desa Adat Bedha.

Baca Juga: Sanggar Haridwipa Tabanan Pilih Skema Batasi Instrument, Agar Tetap Mengajar

Terakhir ngaben bikul digelar pada tahun 2010 lalu dan kembali digelar saat ini. Karena dulunya ngaben ini dgelar 10 tahun sekali.

Sebelumnya pihak di desa adat pernah mengusulkan agar ngaben bikul digelar rutin setiap 10 tahun sekali, namuan beberapa kendala sehingga baru bisa dilaksanakan. Adanya kembali ritual ngaben bikul digelar dirinya sebagai petani merasa senang

Upacara Mreteka Merana atau ngaben bikul bukanlah upacara Pitra Yadnya, tetapi merupakan upacara butha Yadnya. Karena dimana prosesinya seperti upacara Pitra Yadnya yaitu ngaben sampai ngayud saja, tidak dilanjutkan dengan upacara ngerorasin, memukur. Apalagi upacara ngelinggihan di kemulan.


“Jadi ngaben bikul tidak jauh berbeda prosesinya dengan ngaben biasanya yang dilakukan oleh Umat Hindu di Bali. Prosesi sama mulai dari pecaruan, pemadian jenazah (ngeringkes), ngajum, pembakaran jenazah dan nyekah,” ungkap Surata ditemui Rabu 5 Mei 2021.  

Surata mengaku alasan pihaknya harus menggelar ritual ngaben bikul, karena selain adanya pertanian tanaman padi warga yang terserang hama tikus dan hama lainnya seperti walang sangit. Kemudian juga mengusir virus yang ada pada tanah dan tanaman padi. Juga sebagai upaya untuk mempertahankan Tabanan sebagai lumbung pangannya Bali.

Halaman:

Editor: Aulia Nasri


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah