TABANAN BALI – Mengajar ‘Ngaji’ merupakan pekerjaan mulia sekaligus merupakan Ibadah.
Namun pada umumnya kaum Hawa pasti memiliki kendala sesuai fitrohnya yakni mengalami masa menstruasi (haid) atau keluarnya darah sebagai tanda kesehatan.
Dan meski sedang datang bulan, seorang wanita terkadang berkeinginan melakukan sesuatu ibadah seperti mengajar mengaji Alquran baik untuk orang lain maupun anak-anak di rumah.
Lantas bagaimana hukum seorang Muslimah ketika ingin mengajarkan Alquran dalam keadaan haid?
Seperti dikutip Tabanan Bali.com dari laman youtube Al Bahjah TV yang diunggah 24 Agustus 2021, Buya Yahya menjelaskan ketentuan hukum mengajar ‘ngaji’ bagi seorang yang sedang dalam masa menstruasi atau haid.
“Saya sedang haid dan ingin mengajar baca Alquran kepada anak saya, bagaimanakah hukumnya Buya,” tanya jamaah.
Mendengar pertenyaan tersebut, Buya menegaskan bahwa semua imam yakni 4 Imam sepakat untuk bahwa seorang perempuan yang sedang dalam masa haid tidak diperbolehkan menyentuh Alquran.
“Semua imam 4 mazhab sepakat wanita yang sedang dalam masa haid tidak menyentuh Alquran, membaca berbeda lagi dengan menyentuh,” jelas Buya.
Lantas jika ingin mengajarkan anak mengaji ketika haid apakah boleh tanpa memegang mushaf?
Dalam mazhab imam syafi’i khususnya, serta imam Hanafi dan Imam Hambali bahwa wanita haid boleh membaca ayat alquran untuk berzikir tanpa mengelurkan suara di bibir.
Dan hanya dalam mazhab Imam Malik ada kemudahan yakni boleh membaca Alquran dengan tujuan belajar dan mengajarkan tanpa menyentuh mushaf.
“Membaca tanpa menyentuh, karna membaca dan menyentuh beda lagi,” tegas Buya
Baca Juga: Bagaimana Pilihan Edinson Cavani Setelah Kedatangan Cristiano Ronaldo ke MU?
Lantas jika ingin menunjukkan tulisannya ke anak-anak bagaimana?
Maka ikut pendapat yang mudah dengan mumbuka terjemahnya atau tafsirnya karna bukan menyentuh murni Alquran saja tapi ada tafsir dan terjemahnya.
Keseimpualnnya, seorang wanita yang sedang menjalani menstruasi atau haid boleh mengajar mengaji asal tidak menyentuh mushaf sebagaimana pendapat Mazhab Imam Malik.
Namun pendapat yang memudahkan yakni boleh menyentuh dengan catatan menggunakan Alquran yang memiliki terjemahan dan tafsir.***