Nunas Ajengan Tak Sekedar Menyisihkan Makanan, Maknanya Amerta Penghidup, Ini Penjelasannya Menurut Hindu

31 Oktober 2021, 14:22 WIB
Ilustrasi. Nunas Ajengan /PHDI

TABANAN BALI - Tradisi melakukan sesuatu sebelum makan merupakan peradaban sangat kona. Tradisi leluhur Bali menyisihkan sedikit makanan disisi piring sebelum makan ternyata merupakan tradisi yang indah yang perlu diabadikan dalam kehidupan sehari-hari.

Khususnya sebagai orang yang menghormati dan mengerti ajaran leluhur serta ingin melestarikannya demi kesejahteraan hidup lahir batin.

Baca Juga: Mengapa Pelangkiran Wajib Ada dalam Kamar Tidur, Ini Penjelasannya Menurut Hindu

Seperti dilansir PHDI, disarikan Tabananbali.com, Minggu 31 Oktober 2021. Terdapat pula tradisi tidak boleh berbicara jika sedang menghadapi makanan. Makanan dihormati sebagai (dan memang) amerta oleh leluhur dengan istilah nunas amerta”.

Selain itu tidak dianjurkan makan ditempat gelap atau sambil tidur (Nandhakare ca sayanam bhojanam naiva karayet). Cening…. da madaar di sandikalane....

Baca Juga: Tidak Sekedar Dijalankan, Ini Makna Upacara Otonan Bagi Bayi Berusia 210 Hari Menurut Hindu

Begitu nasihat yang kita dengan waktu kecil. Ternyata nasihat orang tua Bali itu ada dukungan sastranya: “Na sandhyayaṁm bhunjita”. Artinya jangan makan pada saat senjakala (demikian kitab Vasistha Smti), didukung oleh Na sandyayoh” (Susruta Samhita), asandhyam na bhunjita (Boudhayana Smti), nasniyat sandyayor dvayah (Padma Purāa).

Maka hendaknya selalu menghadap ke Utara atau ke Timur (demikian nasihat dari akitab Vasistha Smti, Laghuharita Smti, Viṣṇu Puraa, Vama Puraa, Padma Purāa).

Disisi lain dalam Manawa Dharma Śastra 2.54 menyebut Pujayed aaana nitya, Adyac ca-etad akutsayan Dṛṣṭva hṛṣyet prasīdec ca Pratinandec ca sarvasa.

Baca Juga: Ini Makna dan Penjelasan Padmasana Berbentuk Kursi Kosong Menurut Hindu

Artinya: Hendaknya dia menghargai makanan yang diperolehnya dan tidak pernah mengeluh, saat ia memperoleh makanan itu hendaknya ia bersuka cita, menampakkan wajah gembira, dan memohon untuk selalu diijinkan memperoleh makanan.

Leluhur menyebutkan makan dengan cara sangat indah yaitu Nunas Ajengan. Istilah ini mempunyai pengertian bahwa kita tidak memiliki makan tetapi memohon makanan dari pemiliknya, yaitu Hyang Parama Iswhara.

Kesadaran seperti ini sangat indah untuk diajegkan di dalam hati mengingat memang sebenar-benarnya kita ini tidak mempunya apa-apa di dunia ini.

Baca Juga: Dalam Hindu Anak Lahir Melik Lebih Dekat dengan Spritual dan Aura Mistis, Berikut Ciri-Ciri Kelahirannya

Kesadaran yang diwujudkan dalam kalimat Nunas Ajengan sangatlah bermakna. Ia sangat pantas untuk diajengkan, mulai dari dalam keseharian diri sendiri dan kemudia ditularkan kepada anak cucu. Paling tidak, ajeg tradisi leluhur sesederhana itu dapat dilakukan oleh semua. Tidak aka nada yang menyatakan “saya tidak bisa melakukan hal ini”.

Dalam ajaran Veda, orang memasak makanan bukanlah untuk diri sendiri melainkan untuk persembahan kepada Tuhan. Makanan yang dimasak itu di-yajna-kan kepada-Nya, dipersembahkan terlebih dahulu kepada-Nya. Oleh karena itu, makanan tersebut sudah bukan milik pemiliknya.

Baca Juga: Ini Mantra Menolak Marabahaya yang Wajib Dilantunkan Saat Sembahyang Menurut Ajaran Agama Hindu  

Makanan yang dimasak dan dipersembahkan kepada Tuhan tidak lagi berupa makanan melainkan ia sudah berubah menjadi amerta (Yajna-Siṣṭamta bhujo), karunia Tuhan yang dinamakan Lungsuran atau Prasadam. Istilah ngejot, mesaiban, dan Yaja Sea merupakan tradisi indah mulia yang patut diajegkan.

Leluhur juga memberikan wanti-wanti tidak boleh mencela makanan. Apapun dan bagaimanapun makanan di hadapan kita, itulah karunia Tuhan.

Baca Juga: Tidak Sekedar Dihaturkan, Ini Tata Cara Mebanten Lengkap dengan Mantranya Menurut Hindu

Mengingat makanan merupakan amerta penghidup maka selain tidak menghina makanan juga dianjurkan agar jangan makan menggunakan piring yang sudah pecah, tidak makan sambil tidur. ****

Editor: Genta Sugiwa

Sumber: PHDI

Tags

Terkini

Terpopuler