Memaknai Kembali Warisan Leluhur di Hari Suci Galungan, Kemenangan Bagi Kehidupan

9 November 2021, 09:00 WIB
Memaknai Kembali Warisan Leluhur di Hari Suci Galungan, Kemenangan Bagi Kehidupan /instagram @mypreciouslife2019/

TABANAN BALI – Hari Suci Galungan merupakan salah satu hari raya yang diperingati oleh umat Hindu di Indonesia, khususnya di Bali.

Hari raya yang diperingati setiap 210 hari sekali, hari raya ini cukup meriah.

Salah satu cirinya adalah hampir setiap warga memasang penjor di depan rumahnya.

Meskipun pemasangan penjor juga dilaksanakan dalam kaitan dengan upacara tertentu, namun pemasangan penjor kali ini dilaksanakan serentak oleh hampir semua warga Hindu, kecuali karena suatu hal yang membuat si empunya rumah berhalangan atau sering dikenal dengan nama cuntaka.

Baca Juga: 6 Hal Yang Harus Dilaksanakan Saat Hari Raya Galungan Menurut Agama Hindu

Perayaan Galungan belakangan ini cenderung diartikan sebagai momentum kemenangan dharma atas adharma.

Dharma dalam hal ini diartikan sebagai kebaikan sedangkan adharma sebagai keburukan.

Pengartian ini secara fasih diucapkan oleh generasi Hindu saat ini, baik anak-anak maupun dewasa.

Baca Juga: 3 Tradisi Masyarakat Tabanan Bali Menjelang Hari Suci Galungan dan Kuningan

Dilansir TabananBali.com dari berbagai sumber, kata Galungan sendiri dalam bahasa Sunda berarti bertarung atau berkelahi.

Pengertian ini sepertinya terkait dengan pengartian Galungan sebagai momentum kemenangan dharma atas adharma, jika dharma dan adharma tersebut dipandang sebagai dua sisi yang saling berkompetisi.

Hal ini kemudian dipadankan dengan kata Dungulan yang diartikan menang.

Namun demikian, kata Galung juga ditemukan dalam bahasa Gayo, yang berarti jalur.

Baca Juga: Bukan Sekedar Hiasan, Ini Bahan dan Unsur Wajib Ada Dalam Pembuatan Penjor di Hari Suci Galungan Menurut Hindu

Sementara di daerah Makassar juga ada tradisi Assulu ri Galung, yang menurut salah satu penelitian, Galung diartikan sawah.

Assulu ri Galung dalam hal ini tradisi mulai turun ke sawah.

Jika dikaitkan dengan Bali yang juga menjunjung tinggi budaya agraris, hari raya Galungan tidak bisa dipungkiri sebagai momentum merayakan keberhasilan pertanian dan perkebunan.

Berbagai hari suci berkaitan dengan masyarakat agraris misalnya Tumpek Uye atau Tumpek Kandang yang berhubungan dengan ternak, Tumpek Landep untuk menyucikan peralatan atau benda tajam, dan Tumpek Wariga atau Tumpek Pengatag, disebut juga Tumpek Uduh atau Bubuh yang berhubungan dengan tanaman.

Baca Juga: Kumpulan Link Twibbon Hari Raya Suci Galungan dan Kuningan yang Menarik dan Keren untuk Digunakan Gratis di HP

Pada saat Hari Raya Galungan, berbagai persembahan berupa hasil pertanian dalam arti luas ini kemudian menjadi sarana ungkapan syukur masyarakat.

Terkait hal ini, bukan berarti pengartian kemenangan dharma melawan adharma keliru.

Pengartian yang diinisiasi semangat keagamaan seperti itu sangat penting dalam memupuk sraddha dan bhakti kepada Tuhan.

Namun demikian, nilai tradisi dan budaya agraris tak bisa dikesampingkan.

Baca Juga: Rekomendasi 5 Link Twibbon Galungan dan Kuningan Terbaik dan Gratis 2021, Lengkap Cara Menggunakannya

Dengan menyediakan ruang pemikiran untuk pemaknaan ini, masyarakat Bali sejatinya mempunyai suatu hal yang tak kalah berharga saat ini, yaitu budaya agraris yang masih bertahan.

Pengaruh pariwisata yang sedemikian hebatnya terhadap perekonomian Bali saat ini tak bisa dipungkiri menjadi andalan pendapatan sebagian daerah.

Pariwisata nyatanya membawa dampak ekonomi yang signifikan terhadap kehidupan masyarakat Bali termasuk Kabupaten Tabanan.

Hanya saja, perlu disadari bahwa pariwisata Bali salah satunya dijiwai oleh budaya. Dalam hal ini budaya agraris merupakan salah satunya. 

Dengan demikian, dalam momentum Galungan ini, hendaknya juga dibarengi dengan berbagai langkah memuliakan pertanian.

Baca Juga: Ini Makna Mendasar Mengapa Penjor Selalu Ada Saat Hari Raya Galungan Menurut Agama Hindu

Mungkin kata ‘memuliakan’ terlalu hiperbola, namun Bali mulia di mata dunia tak bisa dilepaskan dari pertanian.

Sistem irigasi di Bali yang terkenal dengan nama Subak telah diakui secara internasional, keindahan terasering memikat setiap wisatawan, dan berbagai hal nyata lainnya.

Di satu sisi, pertanian adalah subjek dari kehidupan masyarakat Bali. Di sisi lain, pertanian adalah objek dari pariwisata.

Sementara dari sisi religius, sistem agraris merupakan warisan yang tak ternilai dari para leluhur yang patut dilanjutkan.

Apalagi dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengelolaan pertanian semakin canggih.

Baca Juga: Hari Sugihan Jawa dan Sugihan Bali Mengapa Harus Dijalankan Sebelum Hari Raya Galungan, Ini Penjelasannya

Profesi di sektor pertanian saat ini adalah sesuatu yang tak kalah bergengsi dengan profesi lainnya.

Memang cita-cita memajukan pertanian tak cukup hanya sebatas wacana indah. Kebijakan pemerintah adalah salah satu kunci penting.

Pemerintah harus senantiasa menggulirkan program pro pertanian yang berkelanjutan.

Sementara itu, pembangkitan semangat pertanian dengan dukungan teknologi juga penting sebagai pengaderan petani untuk masa mendatang. Sehingga pembangunan sektor pertanian berimbang.

Baca Juga: Nunas Ajengan Tak Sekedar Menyisihkan Makanan, Maknanya Amerta Penghidup, Ini Penjelasannya Menurut Hindu

Potensi agraris alam Bali yang digarap oleh sumber daya manusia mumpuni tentunya akan menghadirkan ‘kemenangan’ bagi hidup dan kehidupan.

Ini adalah salah satu dharma, yakni kewajiban generasi penerus dalam menjaga budaya warisan leluhur yang amat berharga.***

Editor: Fredja Putri

Tags

Terkini

Terpopuler